Bangku kosong di ujung Bodensee itu seakan menungguku untuk sekedar merenung, kelak ketika semua yang pernah kuinginkan telah terwujud atau belum terwujud sebagian..
Bangku itu menyiratkan sebuah masa yang ketika nanti aku bisa duduk sebentar di atasnya, memandang Bodensee yang indah, mengenangkan semua yang pernah aku alami..
Entah kenapa aku suka sekali membayangkan hal itu, karena di sanalah ada sepotong hati sahabatku yang tinggal, yang kutemukan hampir setahun lalu, dan kini menjadi bagian dari hidupku, juga di tahun-tahun mendatang..
Tiga bulan telah berselang, ketika di depa itu aku menuliskan semua kenangan indah dan pahitku di tahun lalu..bangku itu seakan menari-nari untuk mengajakku kembali ke Bodensee, hmm mungkin karena aku berasal dari Indonesia, sebuah wilayah yang sebagian terdiri atas perairan…Dan rasa rinduku akan air memang tiada bertepi, tetapi ada keindahan lain disana yang tidak ada di tanah airku, salju Alpen di ujung Bodensee itu..
Ah, tahun yang baru sudah berjalan hampir tiga bulan…dan ternyata catatan perjalananku telah bertambah panjang. Pengalaman, gambaran hidup yang kelak akan aku jalani..rasanya pelan-pelan telah aku juga temukan dalam setiap perjalananku.
Kota-kota yang telah kulalui mengajarkanku untuk lebih bijaksana memandang hidup. Bahkan musim yang tiada menentu ini pun telah mengajakku untuk siap berlayar dengan lebih sigap lagi, karena ternyata banyak hal yang tidak pasti. Tetapi entahlah, aku kadang merasa tidak takut pada ketidakpastian, karena aku percaya pada hal yang kekal itu, Tuhan, yang aku yakin akan selalu membimbingku..
Berlin yang seakan mulai menggeliat menjadi salah satu kota penting di Eropa, Potsdam yang kini mulai menata diri atas pengalaman masa lalunya. Tuebingen yang akan selalu romantis dengan Sungai Neckar-nya, dan Konstanz yang akan selalu aku rindukan seperti Freiburg yang telah menjadi ‘kampung halamanku’ di Jerman. Freiburg akan selalu menjadi kota-ku, tempat aku kembali untuk mengenang semua hal yang pernah kualamai ketika aku belum tahu banyak tentang Jerman. Disanalah, tempat aku mengalami musim semi, musim panas, awal musim gugur juga menikmati ice cream ketika salju turun dengan indahnya di Tahun Baru 2010, persahabatan yang tulus, juga kelucuan dan keluguan ketika belajar bahasa Jerman pertama kali, dan belajar sebagai seorang Freiburgerin. Ahh ternyata begitu banyak hal baik yang telah kutemukan, terlalu banyak kasih sayang yang telah aku terima untuk selalu kukenang dan kuberikan kembali. Inilah hidupku…aku bersyukur selalu.
Keindahan persahabatan itulah yang membuatku akhirnya bisa menginjakkan kaki di Schaffhausen, melewatkan sore yang indah dengan ayah seorang sahabat yang tinggal nun jauh di Sidney, bersama beliau menyanyikan banyak lagu…demi banyak hati yang indah di sekeliling kami. Juga Zurich dengan danaunya yang indah itu konon dikenal sebagai kota yang mahal, namun hal itu tidak melunturkan keindahan yang bertebaran di dalamnya. Zurich tetaplah kota tua yang berkelas.
Dan Paris yang mempesona itu membuatku kagum atas segala ke-modern-annya dan segala hal kuno, yang masih terasa di dalam rengkuhannya. Berhari-hari waktu yang kuhabiskan di Paris membuatku mengerti, mengapa begitu banyak orang yang mencintainya, dan selalu ingin kembali, lagi dan lagi…
Tetapi aku selalu teringat akan bangku di tepi Bodensee itu, sederhana, agak tersembunyi dan membuatku rindu. Bahkan kerinduan akan bangku itu tidak pupus ketika aku sedang menikmati suasana Hannover yang keren dan juga ketika akhirnya aku berhasil mengenang masa lalu Indonesia di Belanda, berkelana dari kota ke kota : Den Haag, Amsterdam, Delft, Leiden dan Utrecht. Ohh…keindahan kanal-kanal di Belanda, dan banyaknya sepeda yang berseliweran di jalan-jalan itu, juga membuatku terpesona. Kincir air yang bertebaran dan bunga tulip yang mulai mekar..terasa begitu alami. Kesederhaan plus keruwetan-nya yang begitu berbeda dengan Jerman yang rapi, membuatku merasa begitu dekat dengan suasana Indonesia.
Hanya saja, entah kenapa setelah sekian lama, bangku di ujung Bodensee itu tetap membuatku rindu. Bahkan kerinduan itu melebihi keinginanku untuk mengulang kenangan pada banyak hal yang telah terjadi dalam hidupku hampir setahun aku tinggal di Eropa. Bangku itu menyiratkan kekokohan sebatang kayu yang belum kunjung tergerus air danau, dan aku tahu kelak aku akan kembali kesana, sekedar memberi waktu untukku dan mengingatkan padaku, bahwa kita memang harus berhenti sejenak, merefleksikan diri di sela kegamangan hidup yang kadang mendera.
Terima kasih pada semuanya…yang membuatku akhirnya mengerti dan akan terus berusaha mengerti, agar menjadi manusia yang lebih baik, esok dan seterusnya..
– Kenangan pada sebuah bangku sederhana, ketika aku berjalan-jalan dengan sahabatku tersayang di Bodensee –
jd pengin beberapa saat di Eropa.
jerman and swiss especially
😦
Bkin aq terharu dan rasa ingin tau..
Keindahan yg muncul dr critamu itu..
Hebat..
Hebat..
tdk smua org bisa sprtimu..
Sngguh pngalaman hdup yg tdk trlupakan..
Jerman memang indah, tetapi Indonesia juga indah…cerita tentang kenangan di sebuah negeri nun jauh memang romantis tetapi kadang tak seindah saat kita mengalaminya sendiri 😉